Thepost.id- Setelah melalui proses panjang, akhirnya pengaduan pembina LSM FPMK Bali Gede Suardana,S.Farm, yang menggugat keabsahan LPPDK 2019 silam, oleh salah satu oknum anggota DPRD Bali, direspons pihak DKPP di Jakarta dengan digelarnya verifikasi dan klarifikasi dokumen aduan pada hari Rabu (21/4). Jika semua proses dirasanya cukup maka akan segera DKPP menggelar sidang terkait dokumen Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang diduga fiktif.
Dalam dokumen LPPDK tersebut diduga kuat LPPDK Rp 0.- yang dilaporkan Doktor Somvir sebagai calon legislatif diduga sarat manipulasi. Sebab dari berbagai alat paraga kampanye dari spanduk, baliho, spicemen dan kartu namanya tidak mungkin dicetak gratis seperti yang dimuat dalam aduan Gede Suardana S. farm.
Dalam pengaduan tersebut, diduga KPU dan BAWASLU Bali sangat jelas turut serta meloloskan peserta pemilu yang melanggar UU pidana pemilu No 7 Tahun 2017 pasal 334 dan pasal 335 yang mewajibkan setiap calon peserta pemilu Legislatif dan Kepala Daerah harus melaporkan dana kampanyenya, serta Pasal 497 yang bunyinya bahwa, “Setiap orang yang melaporkan dana kampanye secara tidak benar akan diancam dengan hukuman pidana 2 tahun penjara”.
Ketegasan Lembaga DKPP yang kini dipimpin Prof. Muhammad di pertanyakan kredibilitasnya oleh warga masyarakat, karena dalam menyikapi laporan warga prihal pelanggaran kode etik terlapor KPU dan Bawaslu Propinsi Bali sejak tgl 12 Februari 2021 sampai sekarang belum kunjung disidangkan sehingga terkesan lembaga sangat lamban.
Sementara, menurut Gede Suardana, Penasehat LSM FPMK ( Forum Peduli masyarakat kecil dan aktivis anti korupsi, yang juga sebagai pelapor yang mengadukan masalah ini ke Bawaslu Propinsi Bali, prihal LPPDK “Fiktif” Dr. Somvir merasa sangat berang dan kecewa akan lambannya penanganan kasus tersebut.
Bagaimana mewujudkan pemilihan yang kredibel dan mendapat kepercayaan publik jika proses awal sudah diduga ngak benar?”, jelas Gede Suardana.
Suardana juga mengkhawatirkan bila kasus ini tidak diselesaikan, di Pilkada serentak tahun 2024 kasus seperti ini akan ada lagi. “Saya berpendapat, jika ini benar, ini merupakan salah satu model baru kejahatan luar biasa dalam pemilu” pungkasnya.
Lebih lanjut Suardana membeberkan, Dalam UU pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dengan pasal 334-335 mewajibkan setiap peserta pemilu melaporkan dana kampanye tapi semua pengeluaran Dr Somvir untuk bikin baliho, kartu suara, spesimen surat suara yang tersebar dimana-mana tidak dilaporkan. Pasal 338 menganulir keterpilihan bagi peserta pemilu yang tidak melaporkan dana kampanye.
Sementara, Dr Somvir sama sekali tidak melaporkan dana kampanyenya dengan faktual tapi malah membuat laporan Nol Rupiah diberkas LPPDK-nya.
“Dan Bahwa dalam Pasal 497, setiap orang yg melaporkan dana kampanye secara tidak benar dipidana penjara 2 tahun dan denda Rp 24.000.000.-, dan Dr.Somvir sebagai salah satu peserta pemilu yg melanggar UU Pemilu dan pidananya seharusnya dianulir keterpilihannya oleh KPU Propinsi Bali, dan oleh Bawaslu memproses pidana pemilu Somvir karena membuat LPPDK palsu”, ungkap Gede Suardana.
“Jadi Somvir-semua anggota KPU dan BAWASLU Bali bersama-sama berkonspirasi melawan Undang Undang pidana pemilu, dan ini sudah mendapat respons bahkan akan segera disidangkan dalam waktu dekat, setelah verifikasi dilangsungkan, ” tegasnya.
Dari informasi yang berhasil di himpun Team Media, jawaban dari DKPP sudah masuk laporan dan tinggal di uji material oleh Team. Setelah sesuai mekanisme, baru akan jadwalkan untuk sidang.
DKPP sendiri memiliki kewenangan khusus dalam perkara pemilihan, baik Legislatif ataupun Pilkada. namun, informasi terkini yang di dapat awak media dari Staff DKKP, bahwa hal ini segera dilakukan klarifikasi dokumen pada hari ini Rabu 21 April 2021,Untuk selanjutkan akan dijadwalkan untuk dibawa kedalam persidangan DKPP.